***
Sepakbola ... Lu'bah Kurratil Qadam ... Football... atau apapun namanya,
telah menjadi magnet yang menyedot perhatian lintas negara, lintas
keyakinan, hingga lintas agama. Korut yang komunis, diterima baik oleh
Inggris yang Kapitalis. Thailand yang Budha, diterima baik oleh Saudi
Arabia yang Muslim.
Urusan sepakbola, pendeta-ustadz pun sepakat. Orang Arab dengan Afrika
pun sama-sama bersahabat. Bahkan permusuhan terhadap warna kulit,
dianggap RASIS dan berhak dihukum. Satu lagi, pegiat demokrasi dengan
pegiat khilafah pun tak ada perbedaan tentang nikmatnya sepakbola. He ..
he ... he ...
Seakan sepakbola meluluhkan semua kebekuan yang membatu. Bahkan di
beberapa tempat, teriakan takbir dikalahkan oleh teriakan:
GOOOOOLLLLLLLLL. Hingga seorang penulis bernama Masyhur bin Hasan Al
Salman, menulis sebuah buku berjudul; Manfaat dan Mudarat Sepakbola
dalam Tinjauan Syariat.
Kemudaratan sepakbola di antaranya:
1. Sepakbola sejak lama menjadi media memecah belah persatuan, menebar permusuhan.
2. Sepakbola hanya melahirkan fanatisme terhadap klub.
3. Sepakbola melahirkan perjudian.
4. Sepakbola tasyabbuh dengan orang-orang musyrik.
5. FIFA sebagai induk sepakbola dunia, memiliki sistem dan AD/ART
sendiri yang tidak boleh diganggu gugat oleh pemerintah setempat. Aturan
FIFA adalah independen.
6. Sepakbola melahirkan pemborosan waktu, materi, dan energi.
Anehnya, mengapa gaung pengharaman sepakbola tidak sederas gaung yang
mengharamkan demokrasi? Apa bedanya demokrasi dengan sepakbola? Toch
sama-sama tidak disebutkan Al-Qur'an, sama-sama ada manfaat dan
mudaratnya, sama-sama tidak ada dalil qath'i dari Rasul, sama-sama perlu
penjelasan syariat.
Bahkan sebagai orang awam, saya sering keanehan ketika menyimak ada
sebagian kalangan yang mengharamkan demokrasi dengan dalih: demokrasi
adalah kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat yang berhak membuat UU.
Jelas ini HARAM sama dengan BABI.
Lebih rinci, kalangan ini menyoroti kebobrokan demokrasi:
1. Demokrasi memecah belah umat.
2. Demokrasi melahirkan fanatisme terhadap partai bukan Islam.
3. Demokrasi melahirkan maraknya perjudian.
4. Demokrasi tasyabbuh dengan kafir dan musyrik.
5. Demokrasi adalah sistem Barat.
6. Demokrasi menyebabkan ongkos yang mahal dan boros.
Anehnya, kalangan ini menjadi penikmat demokrasi dan hidup bebas di era
demokrasi. Bahkan bebas menyatakan pendapat dengan mengkafir-kafirkan
atau menganggap THAGHUT pemerintahan demokrasi dan orang yang aktif
memanfaatkan demokrasi, justru di era demokrasi. Kalangan ini pun
mendaftarkan diri kepada kemendagri, kementrian yang notabene adalah
kementrian tangan kanan dari pemerintahan yang katanya THAGHUT.
Lucunya, saat dikonfirmasi tentang status PNS para pengusung
antidemokrasi yang notabene abdi negara dan memiliki sumpah setia kepada
negara yang disebut THAGHUT, mereka berdalih di balik alasan DARURAT.
Nampaknya, halal-haram sesuatu saat ini lebih didasarkan pada
kepentingan, bukan atas dasar maslahat Islam itu sendiri.
Terus terang saya bukan PNS, bukan pengurus partai, bukan penyuka
sepakbola, tapi saat ditanya apa hukumnya Sepakbola? Saya katakan:
mubah-mubah saja seperti mubahnya berdemokrasi, asalkan:
1. TIdak melalaikan dari kewajiban seperti shalat dan ibadah lainnya.
2. Tidak fanatik buta.
3. Tidak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan.
4. Taat azas dan aturan yang berlaku.
Apalagi jika sepakbola memberi manfaat bagi kesehatan dan terjalinnya
persahabatan, maka sepakbola menjadi keharusan untuk dilakukan. Sama
halnya demokrasi, jika demokrasi dapat menjadi alat 'izzul Islam wal
Muslimin, memperjuangkan hak-hak umat, tentu sangat dianjurkan.
Wallahu A'lam.
:: PKS PIYUNGAN | BLOG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA ::
0 komentar:
Posting Komentar