Subuh itu ada
sesuatu yang berbeda di mushalla kami, saat imam selesai melaksanakan tugasnya
memimpin kami melaksanakan kewajiban shalat subuh berjama’ah, seorang ustadz
yang merupakan guru spriritual kami, menyalami kami untuk berpamitan karena
pindah tugas kesalah satu kota di Jawa Timur, ada rasa haru, sedih dan sedikit
duka mengiris hati ini, setelah hampir lima tahun kebersamaan kami, inilah
saatnya kami harus berpisah.
Beliau seorang
ustadz yang benar benar bisa menjadi motivasi kami dalam beramal, keteladanan
dalam berbagai hal membuat kami malu untuk tidak bersemangat dalam beramal
kebaikan, beliau seolah olah telah menjadi ruh perjuangan kami, memberikan
inspirasi dalam berbagai bentuk kerja kerja amal.
Sempat aku
berfikir, bagaimana dakwah ini tanpa dirinya…..
Tapi ku usir pikiran itu, dakwah
ini di bangun dengan sistem, bukan oleh figur, jika keberhasilan dakwah ini
dikarenakan figur, pasti sudah lama dakwah ini akan hancur, jika kebrhasilah
dakwah ini karena tokoh pastilah sudah lama bangunan dakwah ini roboh. Lalu aku
teringat sepenggal peristiwa setelah wafat rosulullah bagaimana saat itu para
sahabat seolah olah kehilangan asa, sebagaimana pula umar berkata “Sesungguhnya beberapa orang munafik
beranggapan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi wa Sallam akan meninggal dunia.
Sesungguhnya beliau tidak meninggal dunia, tetapi pergi ke hadapan Robb-nya
seperti yang dilakukan Musa bin Imron yang pergi dari kaumnya selama empat
puluh hari, lalu kembali lagi kepada mereka setelah beliau dianggap meninggal
dunia. Demi Alloh, Rasulullah Salallahu Alaihi wa Sallam benar-benar akan
kembali. Maka tangan dan kaki orang-orang yang beranggapan bahwa beliau
meninggal dunia, hendaknya dipotong.”, abu bakar
berkata “Duduklah wahai
Umar!”
Umar
tidak mau duduk. Orang-orang beralih kepada Abu Bakar dan meninggalkan Umar.Abu
bakar berkata, “Barangsiapa di antara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka
sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tapi barangsiapa di antara kalian
menyembah Alloh, maka sesungguhnya Alloh itu Maha Hidup dan tidak meninggal.
Alloh telah berfirman,
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rosul, sungguh telah berlaku sebelumnya
beberapa orang rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke
belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudhorot kepada Alloh sedikitpun. Dan Alloh akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imron: 144).
Dakwah ini harus
terus berproses, dan tidak bergantung kepada siapapun, silih berganti ustadz
mewarnai dinamika dakwah ini, ada yang datang dan ada yang pergi, namun semoga
semangat mereka selalu tertinggal di kota ini, kebaikan kebaikan mereka selalu
menjadi motivasi kita dalam beramal, teladan teladan meraka selalu hadir
sebagai cambuk bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas diri dan dakwah ini,
semoga…..
Aku berajak
melangkahkan kakiku meninggalkan teras mushalla, agak tergesa gesa karena aku berniat untuk mengganti tilawahku yang
hilang kemarin, target pagi ini harus satu Juz. Namun ada seseorang
menghampiriku dan menggandeng tanganku dan terucap “ Khi ana merasa kehilangan”
aku tahu yang dimaksud saudaraku adalah ustadz yang tadi berpamitan, lalu aku
menjawab seolah olah ingin memberi ketegaran kepada saudaraku ini “ selama kita
sama sama dekat dengan Allah, kita tidak
akan pernah merasa kehilangan siapapun” jawabanku begitu saja keluar
dari mulut ini, tanpa aku sadari padahal mungkin aku lebih kehilangan dari
saudaraku ini, namun aku mencoba untuk tegar.
Sampai di rumah
segera ku ambil mushaf yang sudah hampir tiga tahun menemaniku dalam berbagai
kesempatan, saat aku menghafal juz 28, saat aku mengisi ceramah atau saat jadi
khatib jum’at, mushaf tajwid dan terjemahan inilah yang mendampingiku, terhenti
langkahku saat aku melihat ke dalam kamar anakku, aku melihat tidak seperti
biasanya anaku sehabis subuh tidur dengan menutupkan bantal di atas wajahnya,
kupanggil dia beberapa kali tidak menjawab, mustahil dia sudah selelap itu
tidur sehingga tidak mendengar panggilanku, lalu ku hampiri dia dan mengambil
bantal yang menutupi wajahnya, sedikit heran, ternyata anakaku sedang menangis,
tidak seperti biasanya, biasanya anaku menangis jika adzan berkumandang dan aku
sedikit memaksanya untuk ikut shalat subuh berjama’ah di mushalla, dengan
berlinang air mata anakku memaksakan diri untuk berangkat shalat subuh. Tapi
hari ini justru dia menangis setelah shalat subuh berjama’ah usai dan aku tidak
merasa membangunkan dia dengan paksaan. Aku bertanya kenapa ia menangis?... dia
tidak menjawab, sejenak aku baru sadar bahwa ustadz yang tadi berpamitan
memiliki anak laki laki yang sangat akrab dengan anakku. Ya, sebuah perpisahan
memang menyakitkan apalagi dengan seorang sahabat yang sangat akrab.
Perpisahan
sesuatu yang pasti sering kita alami, dalam kehidupan kita mungkin sudah
puluhan, ratusan bahkan mungkin ribuan perpisahan telah kita alami, perpisahan
dengan sahabat, perpisahan dengan kerabat, dengan pangkat, jabatan atau
perpisahan dengan pekerjaan kita. Namun suatu saat di akhir kehidupan kita
kelak, kita akan mengalami perpisahan yang merupakan kepastian. Ya, perpisahan
antara ruh dan jasad ini, perpisahan sebagai tanda habis sudah jatah kehidupan
kita di dunia, perpisahan yang akan mengantarakan kita ke alam yang lain.
Kita akan
berpisah dengan jasad kita yang telah sekian lama menemani kehidupan kita di
dunia, ia lebih dekat dari siapapun, lebih dekat dari sahabat karib kita, lebih
dekat dari anak anak kita, bahkan lebih dekat dari istri yang selama ini setia
menemani kita. Kalau selama ini kita menangis karena perpisahan dengan orang orang terdekat dengan kita, kelak kita
mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menangisi perpisahan itu, karena saat
itu kita akan menghadapi pertanggung jawaban atas semua amal yang telah kita
lakukan di dunia ini.
Jika saat ini
perpisahan begitu menyedihkan, bersiap siaplah dengan perpisahan yang sangat
menyakitkan, karena tak ada yang paling menyakitkan dari sakaratul maut.
0 komentar:
Posting Komentar