Home » , » Perpisahan

Perpisahan

Written By Heri Rusli Effendi on Jumat, 15 Maret 2013 | 00.00



Ku tulis ulang karena ku rindu kehangatan bimbingannya.............
Subuh itu ada sesuatu yang berbeda di mushalla kami, saat imam selesai melaksanakan tugasnya memimpin kami melaksanakan kewajiban shalat subuh berjama’ah, seorang ustadz yang merupakan guru spriritual kami, menyalami kami untuk berpamitan karena pindah tugas kesalah satu kota di Jawa Timur, ada rasa haru, sedih dan sedikit duka mengiris hati ini, setelah hampir lima tahun kebersamaan kami, inilah saatnya kami harus berpisah.
Beliau seorang ustadz yang benar benar bisa menjadi motivasi kami dalam beramal, keteladanan dalam berbagai hal membuat kami malu untuk tidak bersemangat dalam beramal kebaikan, beliau seolah olah telah menjadi ruh perjuangan kami, memberikan inspirasi dalam berbagai bentuk kerja kerja amal.
Sempat aku berfikir, bagaimana dakwah ini tanpa dirinya…..
Tapi ku usir pikiran itu, dakwah ini di bangun dengan sistem, bukan oleh figur, jika keberhasilan dakwah ini dikarenakan figur, pasti sudah lama dakwah ini akan hancur, jika kebrhasilah dakwah ini karena tokoh pastilah sudah lama bangunan dakwah ini roboh. Lalu aku teringat sepenggal peristiwa setelah wafat rosulullah bagaimana saat itu para sahabat seolah olah kehilangan asa, sebagaimana pula umar berkata “Sesungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi wa Sallam akan meninggal dunia. Sesungguhnya beliau tidak meninggal dunia, tetapi pergi ke hadapan Robb-nya seperti yang dilakukan Musa bin Imron yang pergi dari kaumnya selama empat puluh hari, lalu kembali lagi kepada mereka setelah beliau dianggap meninggal dunia. Demi Alloh, Rasulullah Salallahu Alaihi wa Sallam benar-benar akan kembali. Maka tangan dan kaki orang-orang yang beranggapan bahwa beliau meninggal dunia, hendaknya dipotong.”, abu bakar berkata “Duduklah wahai Umar!”
 Umar tidak mau duduk. Orang-orang beralih kepada Abu Bakar dan meninggalkan Umar.Abu bakar berkata, “Barangsiapa di antara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tapi barangsiapa di antara kalian menyembah Alloh, maka sesungguhnya Alloh itu Maha Hidup dan tidak meninggal. Alloh telah berfirman, 
 “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rosul, sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudhorot kepada Alloh sedikitpun. Dan Alloh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imron: 144).
Dakwah ini harus terus berproses, dan tidak bergantung kepada siapapun, silih berganti ustadz mewarnai dinamika dakwah ini, ada yang datang dan ada yang pergi, namun semoga semangat mereka selalu tertinggal di kota ini, kebaikan kebaikan mereka selalu menjadi motivasi kita dalam beramal, teladan teladan meraka selalu hadir sebagai cambuk bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas diri dan dakwah ini, semoga…..
Aku berajak melangkahkan kakiku meninggalkan teras mushalla, agak tergesa gesa karena  aku berniat untuk mengganti tilawahku yang hilang kemarin, target pagi ini harus satu Juz. Namun ada seseorang menghampiriku dan menggandeng tanganku dan terucap “ Khi ana merasa kehilangan” aku tahu yang dimaksud saudaraku adalah ustadz yang tadi berpamitan, lalu aku menjawab seolah olah ingin memberi ketegaran kepada saudaraku ini “ selama kita sama sama dekat dengan Allah, kita tidak  akan pernah merasa kehilangan siapapun” jawabanku begitu saja keluar dari mulut ini, tanpa aku sadari padahal mungkin aku lebih kehilangan dari saudaraku ini, namun aku mencoba untuk tegar.
Sampai di rumah segera ku ambil mushaf yang sudah hampir tiga tahun menemaniku dalam berbagai kesempatan, saat aku menghafal juz 28, saat aku mengisi ceramah atau saat jadi khatib jum’at, mushaf tajwid dan terjemahan inilah yang mendampingiku, terhenti langkahku saat aku melihat ke dalam kamar anakku, aku melihat tidak seperti biasanya anaku sehabis subuh tidur dengan menutupkan bantal di atas wajahnya, kupanggil dia beberapa kali tidak menjawab, mustahil dia sudah selelap itu tidur sehingga tidak mendengar panggilanku, lalu ku hampiri dia dan mengambil bantal yang menutupi wajahnya, sedikit heran, ternyata anakaku sedang menangis, tidak seperti biasanya, biasanya anaku menangis jika adzan berkumandang dan aku sedikit memaksanya untuk ikut shalat subuh berjama’ah di mushalla, dengan berlinang air mata anakku memaksakan diri untuk berangkat shalat subuh. Tapi hari ini justru dia menangis setelah shalat subuh berjama’ah usai dan aku tidak merasa membangunkan dia dengan paksaan. Aku bertanya kenapa ia menangis?... dia tidak menjawab, sejenak aku baru sadar bahwa ustadz yang tadi berpamitan memiliki anak laki laki yang sangat akrab dengan anakku. Ya, sebuah perpisahan memang menyakitkan apalagi dengan seorang sahabat yang sangat akrab.
Perpisahan sesuatu yang pasti sering kita alami, dalam kehidupan kita mungkin sudah puluhan, ratusan bahkan mungkin ribuan perpisahan telah kita alami, perpisahan dengan sahabat, perpisahan dengan kerabat, dengan pangkat, jabatan atau perpisahan dengan pekerjaan kita. Namun suatu saat di akhir kehidupan kita kelak, kita akan mengalami perpisahan yang merupakan kepastian. Ya, perpisahan antara ruh dan jasad ini, perpisahan sebagai tanda habis sudah jatah kehidupan kita di dunia, perpisahan yang akan mengantarakan kita ke alam yang lain.
Kita akan berpisah dengan jasad kita yang telah sekian lama menemani kehidupan kita di dunia, ia lebih dekat dari siapapun, lebih dekat dari sahabat karib kita, lebih dekat dari anak anak kita, bahkan lebih dekat dari istri yang selama ini setia menemani kita. Kalau selama ini kita menangis karena perpisahan dengan  orang orang terdekat dengan kita, kelak kita mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menangisi perpisahan itu, karena saat itu kita akan menghadapi pertanggung jawaban atas semua amal yang telah kita lakukan di dunia ini.
Jika saat ini perpisahan begitu menyedihkan, bersiap siaplah dengan perpisahan yang sangat menyakitkan, karena tak ada yang paling menyakitkan dari sakaratul maut.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar



 
Copyright © 2013. Heri Rusli Effendi - All Rights Reserved